LAPORAN
PENDAHULUAN
CLOSED
FRAKTUR ACETABULUM
A. Anatomi Acetabulum

A.. Definisi Closed Fraktur Acetabulum
Menurut Admin (2005), fraktur adalah keadaan dimana
hubungan kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur dengan
kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka
terjadi fraktur, terjadinya fraktur disebabkan karena trauma, stress kronis dan
berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner
& Suddarth. 2001 : 2357)
Fraktur acetabulum adalah fraktur mangkuk sendi
tempat masuknya caput femur yang membentuk hip joint.
B. Klasifikasi
1. Fraktur
komplet/tidak komplet
Fraktur
komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
2. Fraktur
tertutup
Fraktur
tertutup merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
3. Fraktur
terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrana mukosa sampai ke bagian yang fraktur. Fraktur terbuka digradasi
menjadi; Gradasi I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan
jaringan lunak sedikit; Gradasi II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif; Gradasi yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan kondisi yang paling berat.
C. Etiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormonpada menopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
D. Patofisiologi
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di
tulang menjadi terganggu. Otot tersebut dapat menjadi spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar dari posisi. Kumpulan otot yang besar dapat menyebabkan
spasme otot yang masiv seperti pada otot femur. Selain itu, periosteum dan
pembuluh darah di tulang yang mengalami fraktur juga terganggu. Kerusakan
jaringan lunak dapat juga terjadi. Perdarahan terjadi jika terjadi gangguan
pada pembuluh darah dan tulang yang mengalami fraktur. Kemudian terjadi
pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan peristeum. Jaringan tulang di
sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon inflamasi. Kemudian
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya plasma dan
leukosit. Proses ini mengawali tahap penyembuhan tulang. tahap penyembuhan
tulang terdiri dari:
1. Tahap
pembentukan hematoma
Dalam
24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur.
Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang- dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu
waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu
patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4
bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12
bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas
osteoblas dan osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
D. Manifestasi Klinis
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal
E. Komplikasi
Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat
pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: pada saat terjadi
fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang
terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen
otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Tromboemboli vena: berhubungan dengan
penurunan aktivitas/kontraksi otot (bedrest).
e. Infeksi fraktur terbuka: kontaminasi
infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Komplikasi lambat
a. Delayed union: proses penyembuhan tulang
yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah
3-5 bulan).
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang
setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang
berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk
aslinya atau abnormal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
radiologi
a. Pemeriksaan
rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b. Scan
tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan
lunak.
2. Pemeriksaan
laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal
setelah trauma.
b. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
3. Pemeriksaan
Penunjang Lain
a. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan
vaskuler.
b. CCT: dilakkukan bila banyak kerusakan otot
G. Penatalaksanaan
1. Terapi
konservatif :
2. Terapi
operatif
ORIF (Open Reduction And Internal
Fixation)
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya
avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi
hasil yang lebih baik dengan operasi
- Excisional Arthroplasty
H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
(Nanda)
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme
otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat
traksi/ immobilisasi
b. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan,
terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kehilangan intregritas tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletal
DAFTAR
PUSTAKA
Admin, (2005).
Fraktur dan dislokasi. Diambil tanggal Agustus 2016 dari
http://indofirstaid.com/situs/index.php?option=com.content&task+view&
id+70&itemid=72.
Brunner and Suddarth. (2001).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R. dan
Wim de Jong. (2005). Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :Jakarta
Wilkinson, Judith M. (2006).
Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.