iklan

Rabu, 08 Februari 2017

LAPORAN PENDAHULUAN CLOSE FRAKTUR ACETABULUM



LAPORAN PENDAHULUAN
CLOSED FRAKTUR ACETABULUM


A.  Anatomi Acetabulum
Hasil gambar untuk lp fraktur acetabulum


A.. Definisi Closed Fraktur Acetabulum
Menurut Admin (2005), fraktur adalah keadaan dimana hubungan kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur, terjadinya fraktur disebabkan karena trauma, stress kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357)

Fraktur acetabulum adalah fraktur mangkuk sendi tempat masuknya caput femur yang membentuk hip joint.

B.  Klasifikasi
1.      Fraktur komplet/tidak komplet
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah hanya   terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2.      Fraktur tertutup
Fraktur tertutup merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
3.      Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke bagian yang fraktur. Fraktur terbuka digradasi menjadi; Gradasi I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan lunak sedikit; Gradasi II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; Gradasi yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan kondisi yang paling berat.

C.  Etiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormonpada menopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

D.  Patofisiologi
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di tulang menjadi terganggu. Otot tersebut dapat menjadi spasme dan menarik fragmen fraktur keluar dari posisi. Kumpulan otot yang besar dapat menyebabkan spasme otot yang masiv seperti pada otot femur. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di tulang yang mengalami fraktur juga terganggu. Kerusakan jaringan lunak dapat juga terjadi. Perdarahan terjadi jika terjadi gangguan pada pembuluh darah dan tulang yang mengalami fraktur. Kemudian terjadi pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan peristeum. Jaringan tulang di sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon inflamasi. Kemudian terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya plasma dan leukosit. Proses ini mengawali tahap penyembuhan tulang. tahap penyembuhan tulang terdiri dari:
      1.   Tahap pembentukan hematoma
      Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi    jaringan granulasi sampai hari kelima.
2.   Tahap proliferasi
      Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang- dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3.   Tahap pembentukan kalus
      Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4.   Osifikasi
      Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5.   Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
      Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

D.  Manifestasi Klinis
a.     Deformitas
b.     Bengkak/edema
c.     Echimosis (Memar)
d.    Spasme otot
e.     Nyeri
f.     Kurang/hilang sensasi
g.     Krepitasi
h.     Pergerakan abnormal
i.      Rontgen abnormal





E.   Komplikasi
Komplikasi awal
a.     Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b.     Sindrom emboli lemak: pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c.     Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d.    Tromboemboli vena: berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot (bedrest).
e.     Infeksi fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Komplikasi lambat
a.     Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan).
b.     Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c.     Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.




F.   Pemeriksaan Penunjang
1.     Pemeriksaan radiologi
a.  Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b.  Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan         mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
2.     Pemeriksaan laboratorium
a.   Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau   menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
b.   Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
3.     Pemeriksaan Penunjang Lain
a.   Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
b.   CCT: dilakkukan bila banyak kerusakan otot

G.  Penatalaksanaan
1.     Terapi konservatif :
2.     Terapi operatif
        ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)
 Indikasi ORIF :
-     Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
-     Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
-     Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
-     Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
-     Excisional Arthroplasty



H.  Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul (Nanda)
a.     Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
b.     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
c.     Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan intregritas tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletal






















DAFTAR PUSTAKA

Admin, (2005).  Fraktur dan dislokasi. Diambil tanggal Agustus 2016 dari http://indofirstaid.com/situs/index.php?option=com.content&task+view& id+70&itemid=72.

Brunner and Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. (2005). Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :Jakarta

Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Selasa, 07 Februari 2017

laporan pendahuluan pneumonia



LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

A.      PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolusrespiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).

B.       PENYEBAB / ETIOLOGI
Ø  Virus : virus influenza.
Ø  Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
Ø  Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
Ø  Aspirasi : makanan atau benda asing.

C.       GEJALA
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
Ø  Dispnoe
Ø  Hemoptisis
Ø  Nyeri dada
Ø  Takipnea
Ø  Demam, menggigil
Ø  Malaise
Ø  Kepala pusing
Ø  Batuk produktif berupa sputum
Ø  Peningkatan suhu tubuh
Ø  Hipoksemia

D.      PEMERIKSAAN FISIK :
Dari hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa
I   : terdapat penggunaan otot aksesori.
P   : pekak
P   :
A  : rales terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial

E.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
Ø  Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray)
teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
Ø  Pemeriksaan laboratorium (DL, Serologi, LED)
leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun. Bilirubin biasanya meningkat.
Ø  Analisis gas darah dan Pulse oximetry
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.
Ø  Pewarnaan Gram/Cultur Sputum dan Darah
untuk mengetahui oganisme penyebab
Ø  Pemeriksaan fungsi paru-paru
volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.

F.        ASUHAN KEPERAWATAN
Ø  Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a.       Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder terhadap infeksi ditandai dengan pasien mengeluh batuk bercampur sputum
Tujuan dan Kriteria Hasil :
menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
Intervensi :
1.      Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering              terjadi   karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau          cairan paru.
2.      Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas    krakels
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,             krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan,             secret.
3.      Berikan minum air hangat daripada air dingin
Rasional : cairan hangat memobilisasi dan mengeluarkan secret.
4.      Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran
Rasional : membantu menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.

b.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru ditandai dengan pasien mengeluh nyeri dada, tampak meringis
Tujuan dan Kriteria Hasil :
nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1.      Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, ditusuk, konstan
Rasional : nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat dalam pneumonia,              juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan                 endokarditis.
2.      Pantau tanda vital
Rasional : perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien                mengalami nyeri
3.      Berikan tindakan nyaman, misal : relaksasi, pijatan punggung
Rasional : tindakan non analgesikdiberikan dengan sentuhan lembut dapat                    menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi              analgesic.
4.      Kolaborasi dalam pemberian analgesic
Rasional : diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri.

c.       Pola napas tak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder terhadap infeksi ditandai dengan pasien mengeluh sulit bernapas, tampak sesak
Tujuan dan Kriteria hasil
mempertahankan ventilasi adekuat
Intervensi
1.      Kaji frekuensi, kedalaman bernapas
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal sering terjadi karena                                        ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2.      Auskultasi bunyi napas
Rasional : menunjukkan terjadinya komplikasi (adanya bunyi tambahan                       menunjukkan akumulasi cairan/sekresi).
3.      Pantau tanda vital
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut
4.      Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.

G.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Ø  Terapi antibiotic merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.
Ø  Terapi suportif umum
1.      Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasar pemeriksaan AGD
2.      Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental
3.      Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam
4.      Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
5.      Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
6.      Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest
7.      Drainase empiema bila ada










DAFTAR PUSTAKA

Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan AlumniPendidikan Keperawatan Padjadjaran, Bandung

Carpenito, Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8 , EGC , JakartaCarpenito,

Dahlan (2007), Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1 ,EGC,Jakarta

Lynda Juall (1995), Rencana Asuhan dan DokumentasiKeperawatan, EGC , JakartaDoengoes,
















Description: C:\Users\ACER\Downloads\Pathway Pneumonia -Fikri Nabiha-.png